Kamis, 25 Maret 2010

SANG BUNDA

…………………………………………………………………..

Suatu hari Rasulullah SAW ditanya oleh sahabatnya: “Ya Rasulullah, kepada siapa aku harus berbakti paling baik?”Jawab Rasul: “Kepada ibumu”‘ “Lalu?”,tanya sang sahabat kembali. Jawab Rasul: “Kepada ibumu”‘ “Lalu?”, tanya kembali sang sahabat, kembali Rasul menjawab: “Kepada ibumu” Sang sahabat bertanya kembali “Lalu?”, jawab Rasul “Kepada ayahmu”. Demikianlah, sebuah perkataan / hadits yang singkat tetapi berdasarkan perenungan yang panjang akan makna hakiki seorang ibu. Perenungan ini pula yang menggerakkanku menulis kolom ini.
Renungan ini mengantarkanku pada sebuah fenomena bahwa ternyata sosok ibu adalah contoh atau profil pendidik yang terbaik, sementara itu sang bayi pun merupakan profil pembelajar terbaik. Mari kita telusuri profil mereka (lihat gambar).
Ketika sang bayi terbangun dan menangis di malam hari, dengan sigap sang ibu pun ikut bangun, dengan lembut ia menggantikan popok sang bayi, lalu memberikan yang terbaik untuk sang bayi yaitu ASI nya dan menemaninya sampai sang bayi pun tertidur pulas. Sungguh semua itu dilakukannya hampir tanpa keluhan, bahkan dengan bahagianya dia menjalankan amanah tersebut. Bagaimana bisa? Kasih sayang jawabnya. Andaikan kita para pendidik mampu mengadopsi jawaban tersebut dalam menjalankan amanah mendidik kita, niscaya luar biasa percepatan belajar yang akan terjadi pada anak didik kita. Rasa cinta dan kasih sayang membuat amanah menjadi mudah & membahagiakan.
Ingatkah kita bagaimana sang bunda menyediakan berbagai jenis mainan di sekeliling kita. Betapa kita merasakan bagaimana bentuk dan warna mainan itu membuat mata kita aktif tajam memperhatikannya, suara mainan itu membuat telinga kita aktif asyik mendengarkannya, bagaimana gerakan mainan itu membuat tangan dan kaki kita menjadi tak bisa diam. Dan kita pun menjadi semakin cerdas karenanya. Maka mari belajarlah dari sang bunda bagaimana dia memfasilitasi, untuk menjadikan anak didik menjadi semakin cerdas.
Berdiri, melangkah dan berjalan merupakan sebuah proses yang rumit dalam perkembangan sang bayi. Ketika sang anak berusaha berdiri, lalu terjatuh, bangun berdiri dan terjatuh lagi, bangun lagi, dengan kesabaran yang luar biasa sang bunda terus mendampingi dan terus memotivasi kita untuk bisa . Dalam hatinya dia berkata “Suatu hari anakku pasti akan bisa!”. Rasanya tak ada seorang pun ibu yang putus asa ketika melihat bayinya terjatuh kembali dalam usahanya untuk mampu berdiri, lalu dia berkata,”Sudahlah nak, kamu memang tak bakat berdiri, merangkak sajalah…”Masih adakah kita kurang sabar dan merasa putus asa dengan prestasi yang baru dicapai anak didik kita?
Sosok sang ibu sebagai pemotivasi sungguh luar biasa. Betapapun kecilnya perkembangan yang dicapai sang bayi, tetapi ungkapan wajah bahagia dan senyum dari sang bunda selalu ditampakkannya, membuat sang bayi menjadi lebih termotivasi lagi. Betapa kita perhatikan bagaimana sang bayi mencapai percepatan belajar yang luar biasa dalam lingkungan yang begitu memotivasi. Tatkala sang bayi baru mampu melangkah satu langkah, maka tepukan tangan, seruan gembira dan bahagia dari sang ibu dan orang-orang di sekelilingnya, membuat sang bayi semakin termotivasi untuk melangkah lebih maju lagi. Bagaimanakah kita mampu menyediakan lingkungan yang begitu memotivasi untuk anak didik kita?
Sang bunda paham benar apa jenis makanan yang tepat untuk tahapan usia bayinya. Marilah kita pahami tahapan anak didik kita dan berikanlah ‘makanan terbaik’ untuknya sesuai tahapannya.
Majalah-majalah yang memuat informasi-informasi perkembangan anak hampir selalu laris terjual. Rasa haus sang bunda akan informasi yang diperlukannya dalam mengasuh dan membesarkan putranya, membuatnya menjadi pembelajar sepanjang usia. Marilah kita para pendidik untuk lebih bertekad menjadi pembelajar sejati. Kita boleh putus sekolah, tetapi kita tak boleh putus belajar.
Ketika tiba waktunya, maka sang bunda akan membawa bayinya ke Posyandu, Puskesmas atau bidan agar bayinya memperoleh imunisasi. Disadari sang bunda bahwa proses itu sesaat akan menyakitkan bayinya, panas yang meningkat akan dideritanya selama satu atau dua hari. Tetapi keinginannya yang kuat untuk menjadikan bayinya lebih terjaga kesehatannya membuat sang bunda dengan tabah menjalani proses sesaat anaknya tersakiti. Bagaimana kita dapat ‘mengimunisasi’ anak didik kita?
Dalam setiap kesempatan yang ada, terlebih ketika memandangi bayinya yang sedang tertidur pulas, hampir tak pernah terlewatkan betapa ikhlas sang bunda memanjatkan dengan penuh kekhusyu’an do’a-do’a untuk anaknya. Mengapa kita tak mencoba untuk membiasakan mendoakan kebaikan untuk setiap anak didik kita?
Saya yakin masih cukup banyak ‘pesan dari sang bunda’ yang dapat kita lihat, telinga kita dengar dan hati kita pahami. Renungkanlah…
Sekarang mari kita alihkan perhatian kita pada sang bayi yang ternyata memiliki profil pembelajar terbaik.
Perhatikanlah bagaimana proses belajar sang bayi, betapa tinggi rasa ingin tahunya. Tatkala kita sodorkan padanya sebuah mainan, dengan serta merta dia ingin mengetahui mainan itu. Dipegangnya lalu digerakkannya dan dipandanginya seluruh permukaan benda itu, setelah puas lalu dia masukkan mainan ke mulutnya untuk mengetahui rasanya. Lalu biasanya dilemparkannya mainan itu untuk mengetahui reaksinya dan akhirnya diraihnya kembali mainan itu. Adakah rasa ingin tahu kita selaku pembelajar sebesar itu? Rasa ingin tahulah yang mengantar kita pada temuan-temuan terbaru. Ibnu Abbas ra pernah ditanya seorang sahabatnya, “Bagaimana engkau bisa secerdas ini?”, jawab beliau: “Dengan akal yang gemar
berfikir dan dengan lisan yang gemar bertanya”Betapa tinggi rasa ingin tahu beliau. Ikutilah….
Ketika sang anak berusaha berdiri, lalu terjatuh, bangun berdiri dan terjatuh lagi, adakah dia mengenal rasa putus asa dalam dirinya? Dia tidak mengenal kata putus asa! Bahkan dalam hatinya dia berkata “Suatu hari aku pasti akan bisa, seperti yang lain pun bisa!”. Masih adakah kita begitu mudah untuk kurang sabar dan cepat merasa putus asa dengan prestasi yang baru kita capai saat ini selaku pembelajar?
Jika kita memberikan sebuah mainan kotak kecil pada sang anak, maka di tangan si kecil mainan kotak itu dapat menjadi mobil-mobilan, kapal terbang, perahu, rumah-rumahan dan berbagai macam mainan lainnya dapat tercipta dalam imajinasinya. Benar-benar sebuah miniatur kreativitas. Apakah pola pikir rutinitas masih mendominasi kita? Mengapa kita enggan mencoba mencari pendekatan lain yang di luar kerutinan kerja kita? Padahal ada banyak jalan lebih baik sebanyak ikhtiar kita untuk menemukannya. Buatlah lebih baik, tidak asal beda. Make it better, not just different.
Saya yakin masih begitu banyak pesan yang dapat kita peroleh dari sang ‘ pembelajar’ bayi.. Lengkapilah oleh Anda daftar ‘pesan-pesan bunda dan bayi’ ini . Fa’tabiruu yaa ulil abshaar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Pesan!